Medan, 19 Oktober 2025 – Gereja Katolik di Sumatera Utara berduka atas berpulangnya Uskup Agung Emeritus Keuskupan Agung Medan, Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara, OFMCap., pada Jumat, 17 Oktober 2025, pukul 09.13 WIB di Rumah Sakit Santa Elisabeth, Medan, dalam usia 91 tahun.
Sepanjang hidupnya, Mgr. Pius Datubara dikenal sebagai figur penting dan gembala penuh kasih dalam perjalanan panjang Gereja Katolik di Sumatera Utara. Ia memimpin Keuskupan Agung Medan selama lebih dari tiga dekade (1976–2009) sebelum menjadi Uskup Emeritus. Dalam kesederhanaannya, ia mempersembahkan seluruh hidupnya untuk Gereja dan masyarakat Sumatera Utara, menjadi teladan dalam pelayanan, doa, dan pengorbanan.
Uskup Emeritus , Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara, OFMCap Berpulang: Gembala yang Hidupnya seperti benih yang Jatuh ke Tanah dan Berbuah bagi Gereja dan Bangsa”
Dalam Misa Requiem Agung yang dilaksanakan di Gereja Katedral Medan pada Minggu, 19 Oktober 2025, Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap., dalam khotbahnya menyampaikan “Kematian orang benar merupakan kelahirannya untuk hidup yang kekal. Mgr. Pius Datubara adalah sosok sabda yang penuh berkat, menjadi benih yang tumbuh lewat kesetiannya menjadi berkat bagi gereja dan sesama.”
Homili Uskup Kornelius: “Hidup yang Jatuh ke Tanah dan Berbuah”
Dalam Misa Requiem yang dilaksanakan di Gereja Katedral Medan pada Minggu, 19 Oktober 2025, Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap., menyampaikan homili penuh makna dengan tema “Hidup yang jatuh ke tanah dan berbuah.”
Mgr. Kornelius mengajak umat untuk melihat kehidupan Mgr. Pius dalam terang Sabda Tuhan — seperti biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati, lalu berbuah banyak. “Yesus menggunakan gambaran sederhana namun mendalam ini untuk menjelaskan misteri hidup-Nya sendiri,” ujar Uskup Kornelius. “Demikian pula hidup Mgr. Pius — hidup yang tidak disimpan bagi dirinya sendiri, tetapi jatuh ke tanah hati umat dan berbuah dalam kasih, kesederhanaan, dan doa.”
Mgr. Kornelius juga mengisahkan akar panggilan iman Mgr. Pius yang lahir dari keluarga sederhana, dari seorang ayah bernama Petrus Datubara, seorang katekis protestan yang kemudian menemukan terang iman Katolik melalui Kitab Suci dan teladan hidup Misionaris Belanda, P. Elpidius Van Duijnhoven,OFMCap. Dari kisah pertobatan dan iman keluarga itulah, tumbuh benih panggilan rohani yang kemudian menghasilkan seorang imam dan gembala besar bagi Gereja Katolik Indonesia.
“Dari tanah sederhana, tumbuh panggilan luhur. Dari keluarga yang sederhana, lahir seorang gembala besar yang mempersembahkan seluruh hidupnya bagi Allah,” kata Mgr. Kornelius. Mgr. Kornelius menegaskan, hidup Mgr. Pius adalah cermin dari sabda Yesus: mati agar orang lain hidup. “Beliau rela menjadi tanah tempat benih iman umat bertumbuh. Lewat pengorbanannya, kesetiaannya, dan ketulusannya, buah hidupnya kini nampak di mana-mana — para imam yang ditahbiskan, umat yang bertumbuh, dan Keuskupan Agung Medan yang kuat berdiri di atas dasar iman yang ia sirami.”
Mengutip surat Rasul Paulus kepada Timotius, Mgr. Kornelius menutup homilinya dengan penuh pengharapan:
“Jika kita mati dengan Kristus, kita akan hidup bersama dengan Dia. Mgr. Pius telah menyelesaikan perlombaan, telah memelihara iman, dan kini menerima mahkota kehidupan kekal.”“Ketika ide pendirian universitas ditolak oleh banyak pihak karena dianggap tidak mungkin, Mgr. Pius tetap teguh. Ia punya pandangan jauh ke depan — bahwa Gereja perlu melahirkan pemikir, peneliti, dan intelektual Katolik di Sumatera Utara,” tutur Mgr. Kornelius. “Bahkan mereka yang semula menolak, akhirnya diajak dan dirangkul untuk bersama mewujudkan cita-cita itu. Dari sinilah lahir Unika Santo Thomas — buah dari iman, keberanian, dan pengorbanan.”
Beliau adalah pendiri Universitas Katolik pertama di Sumatera Utara, yakni UNIKA Santo Thomas pada tahun 1984, dimana pada awalnya banyak yang menolak idenya tersebut, namun harapannya yang besar untuk Pendidikan Katolik di Sumatera Utara agar banyak lahir para pemikir-pemikir, para ahli yang akan lahir dari universitas ini dan menjadi segalanya untuk semua, “Omnibus Omnia”.
Antusias seluruh umat termasuk Civitas Akademika UNIKA Santo Thomas untuk hadir sebagai bentuk rasa kehilangan yang mendalam akan Gembala yang sangat rendah hati dan dekat dengan umat. (Anastasia Reza)