HARI PANGAN DAN SWASEMBADA GARAM

Perayaan Hari Pangan Sedunia yang setiap tahun diperingati pada 16 Oktober tahun ini mengangkat tema “Menggerakkan Generasi Muda dalam Membangun Pertanian Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia”.

Tema ini mengingatkan kita pada se jum – lah berita di ber ba gai media mas sa tentang garam impor. Meski Indonesia po ten sial men jadi “gudang garam” (baca: lumbung pangan dunia) karena salah satu negara yang memiliki garis pantai ter pan jang di du – nia, sejak awal 2017 mengalami defisit garam. Harga garam konsumsi se – ma kin mahal dan naik sampai tiga kali lipat dari harga nor mal.

Kenaikan harga tidak ha nya di – rasakan kaum ibu yang meng – urusi makanan keluarga, tetapi juga dialami para pelaku usaha kecil menengah di bi dang pa – ngan seperti perajin telur asin, ikan pindang, ikan asin, dan usaha es putar. Me reka me nge – luh akibat terjadi krisis garam krosok (garam asli produksi rak – yat) telah memicu harga garam mahal yang ber dampak pada usaha mereka. Kondisi ini ter ja – di di hampir semua wilayah di Tanah Air ka rena dipicu pe nu – runan pro duk si garam di sen – tra-sentra produksi seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Teng gara Timur.

Garam Impor

Meski garam menjadi ke bu – tuhan esensial yang harus di – konsumsi setiap hari dan bagi sejumlah industri menjadi ke – bu tuhan yang vital, produksi ga ram di Indonesia terkesan se – adanya karena belum men da – pat perhatian yang serius un tuk mencapai swasembada. Pro – duk si garam nasional ma sih ku – rang maksimal jika di san ding – kan dengan potensi ba han baku yang sangat me limpah di se – panjang garis pan tai negeri ini. Lantas, ruang ke langkaan ini diisi oleh para pemain importir garam yang selalu berusaha membanjiri ga ram impor untuk memper oleh rente gede.

Kisah importasi garam men – jadi sebuah ironi di tengah kian majunya perkembangan tekno – logi pangan. Indonesia konon hanya membutuhkan tekno lo – gi sederhana untuk me manen garam, namun hing ga kini In – donesia masih mengalami de fisit garam. Sebagai negara ma ri – tim dengan luas laut 5,8 juta ki – lometer persegi dan garis pantai sepanjang 95.200 kilometer, Indonesia memiliki potensi sum ber daya garam yang me – limpah. Dengan keunggulan kom pa – ratif yang kita miliki, se ha rus – nya kita sudah berswa sem bada garam. Meskipun tek no logi un – tuk menyaring air laut dan me – ningkatkan kemam pu an pe – nge ringan saat cuaca ti dak ber – sahabat sudah tersedia, jum lah petani garam yang mam pu mengaksesnya masih terbatas.

Dampaknya, stok ga ram terus menipis. Tingginya kebutuhan belum diimbangi produksi lokal yang baru bisa mencapai 1,8 juta ton per ta hun. Sementara total kebu tuh an baik untuk kon – sumsi dan industri mencapai 4,3 juta ton per tahun. Menggantungkan kebutuhan garam konsumsi pada negara lain akan berdampak pada gang guan kesehatan warga. De – fisit garam konsumsi mi salnya akan menambah pre va lensi gangguan akibat ke ku rangan yodium (GAKY), salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia.

Garam ber yodium ialah garam kon sumsi yang di – perkaya dengan yodium dan sa – ngat dibutuhkan untuk mence – gah penyakit gondok, mem per – baiki per tum buhan dan per – kem bangan sel-sel otak sejak janin. Garam ini harus meme – nuhi Standar Nasional Indo ne – sia (SNI) yak ni mengandung yodium se be sar 30-80 ppm. Patut diduga, defisit garam beryodium berkorelasi positif dengan capaian Human De ve – lopment Index (HDI)—yang menggambarkan mutu SDM – Indonesia yang saat ini amat rendah. Kualitas SDM Indo ne – sia kian melorot seiring la por an HDI yang dirilis Badan Pro gram Pembangunan PBB (UNDP, 2014) untuk 187 ne gara.

Disebutkan bahwa Indo ne sia ber – ada di peringkat ke-108, tidak lebih baik dari posisi ta huntahun sebelumnya. Ban ding – kan dengan Singapura (9), Bru – nei (30), dan Malaysia (62). Kemerosotan HDI Indo ne – sia berbanding lurus dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang melaporkan kecenderungan peningkatan jumlah balita gizi buruk. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan, jika pada 2010 jumlah balita gizi buruk sebesar 4,9%, pada 2013 meningkat menjadi 5,7%. Dam – paknya, selain tu buh pendek (stunting), juga pengecilan otak, jantung, dan organ lain yang mendorong tingkat kecerdasan anak tu run.

Dari pemetaan GAKY di ketahui bahwa sekitar 90 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik gon – dok. Em pat puluh juta di antara – nya me ngonsumsi garam tanpa yo dium. Dampak jangka pan – jang ialah penurunan poin intelli gence quotient (IQ). Ke kurangan yodium pada masa hamil mi – salnya menyebabkan abor tus dan kematian bayi saat lahir. Jika bayi hidup, akan meng – alami kretinisme, retar dasi men tal, dan mendorong gang – gu an pada perkembangan selsel otak. Setiap tahun In do nesia diperkirakan kehi lang an ber – juta-juta (IQ) yang akan menurunkan mutu SDM pada masa mendatang. GAKY telah merampas skor IQ manusia Indonesia.

Setiap bayi yang lahir dari ibu yang kekurangan yodium akan meng alami kekurangan yo dium pula. Anak yang keku rangan yodium dapat ke hi langan 10 poin IQ dan keku rangan yo dium berat meng hi langkan 50 poin IQ. Jika kela hiran bayi rata-rata 5 juta setiap tahun – diduga satu dari tiga ibu hamil dalam kon disi kekurangan yo dium, ada sekitar 1,7 juta bayi yang lahir da lam kondisi kekurangan yodium.

Tiga Langkah Strategis

Ke depan, untuk penca pai an swasembada garam, pe me rin – tah perlu menetaskan tiga lang – kah strategis. Pertama, men – dorong peningkatan pro duk – tivitas, efisiensi, dan mutu de – ngan introduksi teknologi maju dengan menggalakkan riset. Produksi garam yang di la kukan secara tradisional de ngan mengandalkan panas ma tahari, kuantitas dan kua li tas ha sil – nya masih rendah. Pro duk ti – vitas hanya 70 ton per hektare (ha). Bandingkan de ngan pro – duksi garam Australia dan In – dia, bisa 200 ton per ha.

Kedua, mengurangi impor. Untuk mendorong pro duk tivi – tas, kebijakan impor harus di – koreksi lewat optimalisasi per – luasan lahan baru dan peng – hentian konversi lahan garam. Memakai hitungan sederhana saja, jika usaha tambak garam bisa dikembangkan menjadi seluas 50.000 ha dengan pro – duktivitas rata-rata 100 ton per ha per tahun, pada 2018 pro – duksi garam nasional akan men capai 5 juta ton. Dengan asumsi kebutuhan garam 4,3 juta, Indonesia sudah berhasil berswasembada garam.

Ketiga, mewujudkan pro – gram garam beryodium untuk semua(Universal Salt Iodi za tion, USI). Keperluan yodium un tuk tumbuh normal hanya 1-2 mi – krogram yodium per kg berat badan pada orang dewasa se – mestinya tidak menyulitkan upaya penyediaan garam ber yo – dium untuk semua. Tidak ada alasan lagi untuk menunda pro – gram USI dan secara tegas ha rus menyebutkan bahwa ga ram tan pa yodium adalah ile gal. Ma – sih banyak garam kon sumsi yang tidak mengandung yo – dium diperdagangkan menja di praktik yang merugikan kon su – men dan produsennya harus di – tindak tegas lewat hukum yang mengacu pada UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Tiga komitmen politik swa – sembada garam tersebut akan menjadikan Indonesia menjadi “gudang garam” yang sesung – guhnya untuk dunia. Outcomenya ialah kehidupan petani ga – ram akan lebih sejahtera dan dampak GAKY yang amat me – rugikan anak bangsa bisa di – atasi secara baik menuju ge ne – rasi emas 2045.

Posman Sibuea
Guru Besar Tetap di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Medan. Ketua Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Sumatera Utara

Sumber: http://koran-sindo.com